Laksan

Makanan yang membangkitkan kenangan masa kecil, salahsatu menu sarapan saya ketika masih bersekolah di SD Negeri 430 Palembang. Ada seorang nenek yang dengan setia setiap pagi berjualan menggunakan bakul dengan menu burgo dan laksan, ketika ada anak kecil yang memesan satu porsi ia akan memotong-motong burgo dan diberikan kuah kemudian akan mencampur burgo tersebut dengan laksan dan kuahnya. Bisa jadi strategi ini digunakan untuk menyiasati rasa laksan yang cukup pedas bagi anak kecil, pencampuran dengan burgo mengurangi rasa pedas sekaligus memberikan cita rasa ikan bagi burgo yang merupakan olahan tepung beras. Saya sudah tidak ingat nama nenek tersebut, tetapi beliau merupakan teman mengaji nenek saya sendiri di masjid dan pernah juga menjadi guru mengaji ayuk saya (ayuk adalah sebutan untuk kakak perempuan dalam Bahasa Palembang sama seperti kata teteh dalam bahasa Sunda).

Laksan sejenis dengan pempek menggunakan bahan dasar ikan yang dikombinasikan dengan sagu, paling lazim menggunakan ikan gabus atau tenggiri. Pada masa ikan belida masih berlimpah pasokannya ikan belida-lah yang menjadi favorit.

DSCN3279

Foto yang saya gunakan pada tulisan ini adalah laksan yang dibelikan oleh adik ketika saya pulang ke Palembang pada awal tahun ini. Hanya laksan tanpa dicampur burgo tentunya dengan kuah yang cukup pedas.

Dibandingkan dengan pempek, perbedaan utama laksan dan pempek adalah penggunaan kuah, laksan menggunakan kuah berbahan dasar santan dengan citarasa pedas dan panas, pengaruh penambahan cabe merah dan sahang, sahang adalah istilah untuk lada putih dalam kosakata Palembang. Di Jakarta sendiri ada beberapa tempat yang menjual pempek dan menyediakan menu laksan, salahsatunya Kedai Pempek Alfa di Jalan Dewi Sartika di sana laksan dihargai lima belas ribu rupiah per porsi, tetapi sayangnya ketika sore hari saya berkunjung menurut pelayannya laksan untuk hari itu sudah habis.

 

Pembaruan 27 Januari 2015:

Ibu saya mengatakan nenek penjual laksan di depan SD saya tersebut bernama Ijah sering dipanggil Nek Ijah, masih hidup tetapi sudah sakit-sakitan saat ini. Sebagai perbandingan nenek saya saat ini berusia 91 tahun, ingatan saya ketika kecil dari penampilan Nek Ijah tampak lebih tua dibandingkan nenek saya dan diposisikan lebih senior pada grup mengajinya.

0 Respons

Beri Respons